Friday, April 20, 2012

Korupsi Masih Merajalela

TERCIUM aroma korupsi di Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal (Madina). Sejumlah rekanan menuding telah terjadi jual beli proyek di sejumlah SKPD di Madina. Proyek yang "dipermainkan" itu adalah proyek yang sumber dananya dari BDB dan APBN. Kepada rekanan yang mau memenangkan tender diminta menyetor kepada SKPD sebesar 7 persen sampai 10 persen dari nilai proyek. Berita ini antara lain diberitakan Harian Waspada, Jumat, 20 April 2012, halaman B3.

Tudingan ini dibantah oleh sejumlah SKPD Madina. Namun adanya aroma korupsi dalam penetapan pemenang tender proyek-proyek pemerintah mengindikasikan kepada kita bahwa Kantor Pemerintah, khususnya di Sumatera Utara, belum bersih dari praktik KKN. Agaknya, banyak pihak yang tahu tentang masalah ini. Sejumlah rekanan pasti tahu bagaimana permainan busuk itu masih terjadi hingga sekarang. Namun karena berbagai kepentingan, rekanan diam saja.

Biasanya para rekanan maklum jika yang mendapat bagian lebih banyak adalah kelompok tim sukses, kelompok keluarga dan sahabat-sahabat pejabat penting yang mendapat bagian proyek. Bahkan ada daerah yang pembagi proyek bukan SKPD, namun orang-orang dekat atau "panglima talam" pejabat di sana.  Namanya yang memegang kendali adalah Panglima Talam, urusannya tidak bergeser dari urusan makan minum alias duit.

Mereka membagi  berdasarkan besarnya peran. Yang besar-besar dapat bagian kakap pula. Sedangkan yang biasa-biasa bagiannya juga sedang-sedang saja. Namun hasilnya bisa untuk hidup lebih makmur dari rakyat yang kini banyak kelaparan. Lantaran proyek pemerintah ini dibagi berdasarkan kepentingan kawan-kawan, biasanya juga dikerjakan asal jadi. Sehingga tidak heran bila sarana dan fasilitas umum cepat rusak. Dan yang rugi adalah rakyat, sedangkan yang untung adalah mereka yang bisa mendapatkan proyek tersebut melalui jalur kongkalikong.

Entah kapan negeri ini bersih dari KKN. Agaknya berharap korupsi hapus tandas dari bumi Indonesia ini hanya mimpi. Sebab pemerintah yang kita harapkan bisa menjalankan pemerintahan bersih dari korupsi, masih gemar memakan uang rakyat. Mereka bagai pagar makan tanaman. Pejabat negara yang semestinya menjaga harta negara, justru sering kali mencurinya.

Ini fakta. Bahkan sebuah berita menyebut 70 persen Gubernur di Sumatera korupsi.
Dari 10 provinsi di Sumatera, hanya tiga gubernur yang tidak korupsi. Hanya Jambi, Lampung dan Bangka Belitung saja mantan gubernurnya yang tidak ada tersangkut korupsi. Untuk tingkat Bupati dan Walikota, di Sumut saja sudah banyak diadili. Menurut data di Kemendagri, ada 173 kepala daerah di Indonesia tersangkut kasus korupsi.

Bagi mereka yang kini menjabat, janganlah mentang-mentang berkuasa lalu menggunakan duit rakyat secara serampangan.  Jangan pula nanti bila duit negara habis dan mereka tak mampu membangun, mereka lalu  merengek-rengek minta pada rakyat. Seperti meminta harga BBM, PBB dan retribusi dinaikkan. Entah apa isi otak mereka sehingga tidak bisa memakmurkan negara dengan menggali potensi lain di negara yang bersumber daya alam kaya raya ini. Jika mereka hanya pandainya membebankan kepada rakyat setiap ada persoalan pemasukan ke kas negara yang kurang, untuk apa mereka jadi pemerintah.

Sebaiknya mereka tahu diri, jika sudah tak mampu memimpin. Jangan mereka memaksakan diri bila memang sudah tak pantas jadi pemimpin. Setahu kita pemimpin itu harus bisa membikin rakyat tenang, bukan membuat rakyat tegang. Herannya kita, semakin pandai pemimpin membuat rakyat stres, itu pula yang dianggap pintar. Makanya tidak heran bila UN yang jelas-jelas telah membikin sebagian besar siswa sekolah di Indonesia stres, tetap dipertahankan.



No comments:

Post a Comment